Saturday, March 24, 2012

A Papper Bird (Part 1)

Kalista berjalan mengelilingi taman rumah sakit. Matanya menyapu seluruh sudut taman mencari cari sosok Fariz. Sesaat kemudian matanya terjatuh pada satu sosok yang sedang duduk di kursi roda di bawah sebuah pohon rindang.

Kalista berjalan perlahan menghampiri sosok itu.
"Fariz. Sedang apa kau di sini?" tanya Kalista ketika sudah berada di sampingnya.
"Aku hanya ingin keluar sekedar untuk menghirup udara segar. Aku bosan di kamar." jawab Fariz tanpa menoleh.
"Riz, boleh aku bertanya?"
"Apa?"
"Kenapa kau tidak pernah memberitahu aku kalau kau sakit?"
"Untuk apa?" Fariz diam sejenak lalu melanjutkan, "Untuk meminta belas kasihan darimu, lalu kau berpura pura menyayangi aku?"
"Fariz, bukan begitu. Maksudku......"
"Aku bukan Arif yang memohon belas kasihan darimu, lalu memintamu berpura pura menyayanginya. Aku hanya menginginkan ketulusan. Rasa kasih sayang yang tulus dari orang yang aku sayangi. Bukan kepalsuan." potong Fariz.
"Fariz, tapi aku......"
"Sudahlah Kalista. Arif lebih membutuhkan kamu. Lagipula waktuku sudah tidak lama lagi."
"Fariz, kamu tidak boleh bicara seperti itu! Aku yakin kamu pasti akan sembuh."
"Kau dengar sendiri kan perkataan Dr. Andreas semalam. Penyakit ataxia tidak mungkin bisa disembuhkan. Sekarang penyakit ini telah membuatku lumpuh, dan tidak akan lama lagi penyakit ini juga akan merenggut nyawaku."
"Tapi kamu tidak boleh menyerah dengan keadaan kamu sekarang. Kita tidak pernah tahu kan apakah Tuhan punya rencana indah untuk kita atau tidak?"
"Sebagai manusia biasa, aku juga masih ingin hidup lebih lama. Bukannya aku bermaksud untuk serakah, tapi aku hanya ingin mempunyai waktu yang lebih lama. Waktu yang cukup untuk mengejar semua cita-cita, mimpi, serta harapan dalam hidupku. Aku ingin melakukan hal-hal yang aku suka, yang belum sempat aku lakukan. Aku juga ingin membahagiakan orang-orang yang aku sayang. Tapi apa kenyataannya? Waktuku terlalu singkat untuk semua itu. Apa aku salah jika sekarang aku membenci diriku sendiri?" tutur Fariz. Air matanya mulai membasahi pipinya.
"Justru Tuhan membiarkan kau tahu bahwa kau memiliki waktu yang singkat, itu karena Tuhan sayang padamu. Tuhan tidak ingin kau menyia-nyiakan waktumu. Dan tidak ada seorang pun yang tahu rencanaNya bukan? Kau hanya harus percaya bahwa keajaiban itu nyata."
"Kalista kau membuat perasaanku sekarang jauh lebih tenang."
"Fariz, aku akan selalu ada untuk kamu. Aku janji."
"Tapi......"
"Kali ini aku tulus. Percayalah."
"Aku tahu, aku tidak pernah sendirian. Terima kasih."

No comments:

Post a Comment