Friday, October 19, 2012

A Way Of Beautiful

Aku, Seperti batu diatas bukit kering tanpa pohon berdaun hijau. Bila seseorang memecahkanku dengan kekuatan palu ditangannya, Maka dengan seketika itu aku hancur menjadi kepingan batu yang tak dibutuhkan. Aku seperti pohon yang tak lagi disiram oleh pemilikinya, Daun di sekeliling tubuhku berguguran, Tanpa satupun menghiasi ranting-ranting cokelat tua. Hidupku seperti ombak melaju dengan cepat, Ke sebuah pulau yang telah Tuhan tetapkan, Mengikuti tiupan angin yang telah berhembus. Penuh dengan kepalsuan. Aku seperti seekor semut. Kecil, sangat kecil. Bahkan orang disekitar ku tak mengetahui bahwa aku ada. Aku seperti bayang-bayang yang akan menghilang. Jika raja siang tidak lagi ada diatas ketinggian 90 derajat. Aku kalah… Saat aku tak menyelesaikan peperanganku. Saat orang-orang masih berjuang. Mengeluti setiap musuh-musuhnya. Aku terbaring lemah tak berdaya. Meski pedang dan kuda putih, Masih kupegang dengan kuat. Tak berdaya kekuatan musuhku. Seperti lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan pedang yang kumiliki. Setengah kulambaikan bendera tanda menyerah. Tapi, tiba-tiba, Cahaya biru langit, Cahaya lembayung sore, Terus mengintai semua bulatan mata ku. Cahayanya terasa menusuk jantung terdalam hatiku. Kau tau kawan apa yang dikatakannya? Wake up…. Wake up…… Dan WAKE UP………. Keras, keras sekali. Seketika, aku berlari keras enam puluh kilo per jam. Aku berlari dan berlari. Sampai kutemukan sebuah danau berair bening. Ikan menari-nari dibawahnya. Tersenyum ramah tanpa dendam. Kuputar tanganku tiga ratus enam puluh derajat. Ku lemparkan bendera putih ditanganku. Jauh, sangat jauh. Benda itu menghilang dalam hitungan detik. Seketika ku bangkit dan membawa keberanianku kembali. Sekali lagi ku bawa pedang berwarna perak itu. Kini aku membuka mata. Dan kini aku seperti hidup diwaktu yang berbeda.

Saturday, October 6, 2012

10 Fakta Menarik Tentang Hacker Di Dunia

1.Apple freiPhone Dari bluebox buatan sendiri yang digunakan untuk memanipulasi jalur telepon (phreaking), "Berkeley Blue" dan "Oak Toebark" memperoleh dana segar untuk mengembangkan komputer pertama mereka pada tahun 1970-an. Mereka adalah Steve Jobs dan Steve Wozniak. Bluebox sebenarnya ditemukan oleh John "Captain Crunch" Draper yang membobol jalur telepon dengan alat sederhana yang terbuat dari sebuah bungkus cornflakes. 2. Paranoid Killer Game Dalam film WarGames, David menjebol sebuah komputer milik pemerintah dan hampir memicu perang dunia ke-3. Pada 1983, film ini telah menimbulkan ketakutan terhadap hacker di AS. Dalam acara di statiun TV CBS, diperdebatkan apakah sebaiknya orang tua melarang anak-anak mereka untuk berhubungan dengan dunia luar melalui PC. Beberapa koran menampilkan artikel yang menganjurkan orang tua mengunci modem dalam sebuah safebox, layaknya sebuah senjata. 3. Membobol Alat Transportasi (Bagian I) Setelah berminggu-minggu memprogram, hacker asal Berlin berhasil membobol sistem sepeda motor sewa milik Geman Rail pada akhir 2003. Sang hacker menunjukan bagaimana ia dapat menggunakan motor secara gratis dengan menggunakan sebuah kode rahasia. 4. Membobol Alat Transportasi (Bagian II) Januari 2008 sebuah trem keluar jalur di Lodz (Polandia). Seorang pemuda berusia 14 tahun telah memodifikasi sebuah remote TV yang dapat mengatur perpindahan kereta melalui infa merah. Ia menggunakan trem yang menjadi moda favoritnya sebagain model kereta. 5. Belum Ada Undang-Undangnya Juli 1981, hacker pertama ditahan di AS karena telah berkali-kali menerobos komputer milik Menteri Pertahanan AS. Lantaran belum ada undang-undangnya, Pat "Captain Zap" Riddle dipenjara atas tuduhan mencuri barang dan layanan telepon. Orang pertama yang dituntut dengan undang-undang "Computer Fraud and Abuse Act" yang berlaku sejak tahun 1986 adalah pencipta worm Robert "rtm" Morris pada tahun 1990 6. Logo "Resmi" Hacker "Glider', figur yang diambil dari dunia matematika "Conway's Game of Life", menjadi logo hacker resmi. Logo ini dibuat dalam format ASCII. Ada banyak hacker yang mengenakan t-Shirt dengan logo tersebut. Sebagaian malah membuatnya sebagai tato. 7. Hack Bernilai Miliaran Dolar Hacking paling "mahal" sepanjang zaman terjadi pada April 2009, ketika orang tidak dikenal mencuri beberapa terabyte data-data pengembangan jet tempur "F-35 Lightning II' dari komputer milik Pentagon. Program persenjataan AS paling mahal ini bernilai 300 miliar dolar. 8. Hacker AntiOscar Pada tahun 2008, hacker menganugerahkan Pwine Award kepada McAfee sebagai "produsen yang paling memalukan". Perusahaan ini memberikan sertifikasi "Hacker Safe" pada website-website yang memiliki celah keamanan Cross Site Scripting. Setelah diketahui mereka kemudian menyangkalnya. 9. Penemu yang Jujur Pada tahun 1984, pendiri Chaos Computer Club, Wau Holland (tahun 2001) menunjukan celah-celah dalam layanan online BTX. Dengan bermodalkan data-data bank milik pengguna yang tersimpan dalam sistem, ia "mengeruk" uang senilai 135.000 Mark, tetapi kemudian dikembalikannya ke pihak bank. 10. Istilah Pada 1960-an, mahasiswa Massachusett Institute of Technology memberi julukan "hacker" kepada rekan-rakan mereka yang pintar mengoptimalkan program. Saat ini, istilah tersebut justru digunakan untuk pencuri data, yang sebenarnya disebut "kracker"

Wortel, Telur, dan Kopi

Seorang anak perempuan mengeluh pada sang ayah tentang kehidupannya yang sangat berat. Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukan dan bermaksud untuk menyerah. Ia merasa capai untuk terus berjuang dan berjuang. Bila satu persoalan telah teratasi, maka persoalan yang lain muncul. Lalu, ayahnya yang seorang koki membawanya ke dapur. Ia mengisi tiga panci dengan air kemudian menaruh ketiganya di atas api. Segera air dalam panci-panci itu mendidih. Pada panci pertama dimasukkannya beberapa wortel Ke dalam panci kedua dimasukkannya beberapa butir telur. Dan, pada panci terakhir dimasukkannya biji-biji kopi. Lalu dibiarkannya ketiga panci itu beberapa saat tanpa berkata sepatah kata. Sang anak perempuan mengatupkan mulutnya dan menunggu dengan tidak sabar. Ia keheranan melihat apa yang dikerjakan ayahnya. Setelah sekitar dua puluh menit, ayahnya mematikan kompor. Diambilnya wortel-wortel dan diletakkannya dalam mangkok. Diambilnya pula telur-telur dan ditaruhnya di dalam mangkok. Kemudian dituangkannya juga kopi ke dalam cangkir. Segera sesudah itu ia berbalik kepada putrinya, dan bertanya: “Sayangku, apa yang kaulihat?” “Wortel, telur, dan kopi,” jawab anaknya. Sang ayah membawa anaknya mendekat dan memintanya meraba wortel. Ia melakukannya dan mendapati wortel-wortel itu terasa lembut. Kemudian sang ayah meminta anaknya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah mengupas kulitnya si anak mendapatkan telur matang yang keras. Yang terakhir sang ayah meminta anaknya menghirup kopi. Ia tersenyum saat mencium aroma kopi yang harum. Dengan rendah hati ia bertanya “Apa artinya, bapa?” Sang ayah menjelaskan bahwa setiap benda telah merasakan penderitaan yang sama, yakni air yang mendidih, tetapi reaksi masing-masing berbeda. Wortel yang kuat, keras, dan tegar, ternyata setelah dimasak dalam air mendidih menjadi lembut dan lemah. Telur yang rapuh, hanya memiliki kulit luar tipis yang melindungi cairan di dalamnya. Namun setelah dimasak dalam air mendidih, cairan yang di dalam itu menjadi keras. Sedangkan biji-biji kopi sangat unik. Setelah dimasak dalam air mendidih, kopi itu mengubah air tawar menjadi enak. “Yang mana engkau, anakku?” sang ayah bertanya. “Ketika penderitaan mengetuk pintu hidupmu, bagaimana reaksimu? Apakah engkau wortel, telur, atau kopi?” Bagaimana dengan ANDA, sobat? Apakah Anda seperti sebuah wortel, yang kelihatan keras, tetapi saat berhadapan dengan kepedihan dan penderitaan menjadi lembek, lemah, dan kehilangan kekuatan? Apakah Anda seperti telur, yang mulanya berhati penurut? Apakah engkau tadinya berjiwa lembut, tetapi setelah terjadi kematian, perpecahan, perceraian, atau pemecatan, Anda menjadi keras dan kepala batu? Kulit luar Anda memang tetap sama, tetapi apakah Anda menjadi pahit, tegar hati,serta kepala batu? Atau apakah Anda seperti biji kopi? Kopi mengubah air panas, hal yang membawa kepedihan itu, bahkan pada saat puncaknya ketika mencapai 100 C. Ketika air menjadi panas, rasanya justru menjadi lebih enak. Apabila Anda seperti biji kopi, maka ketika segala hal seolah-olah dalam keadaan yang terburuk sekalipun Anda dapat menjadi lebih baik dan juga membuat suasana di sekitar Anda menjadi lebih baik. Bagaimana cara Anda menghadapi penderitaan? Apakah seperti wortel, telur, atau biji kopi?

Manusia Satu Kata

Hari yang cerah. Raja Mahendra pergi ke hutan untuk menguji kemampuannya berburu. Ia melarang para pengawal mengikutinya masuk ke hutan. Di tengah hutan, tampak seekor kijang asyik makan rumput. Raja Mahendra langsung membidik anak panahnya. Ah, kijang itu berhasil melarikan diri. Raja Mahendra mengejarnya. Namun ia terperosok masuk ke lubang yang cukup dalam. Ia berteriak sekeras-kerasnya memanggil para pengawal. Namun suaranya lenyap ditelan lebatnya hutan. Selagi Raja Mahendra merenungi nasibnya, ia terkejut melihat seseorang berdiri di tepi lubang. “Hei! Siapa kau?” tanya Raja. Orang itu tak menjawab. “Aku Raja Mahendra! Tolong naikkan aku!” pintanya dengan nada keras. “Tidak!” jawab orang itu. Raja menjadi geram. Ia ingin memanah orang itu. Namun sebelum anak panah melesat, orang itu lenyap. Tak lama kemudian, jatuhlah seutas tali. Raja mengira itu pengawalnya. Namun, ternyata orang tadi yang melempar tali. “Jadi kau mau menolongku?” “Tidak!” jawabnya lagi. Raja menjadi bingung. Katanya tidak, mengapa memberi tali? Apa boleh buat, yang penting orang itu mau menolongnya. Raja Mahendra berhasil naik. Ia mengucapkan rasa terima kasih. “Maukah kau kubawa ke kerajaan?” tawar Raja. “Tidak!” jawab si penolong. “Kalau tidak mau, terimalah beberapa keping emas.” “Tidak!” jawabnya lagi, tetapi tangannya siap menerima. Akhirnya Raja Mahendra sadar, bahwa orang itu hanya bisa bicara satu kata. Yaitu tidak. Walau berkata tidak, orang itu dibawa juga ke kerajaan. Sampai di kerajaan Raja Mahendra memanggil Patih. “Paman Patih, tolong berikan pekerjaan pada manusia satu kata ini. Ia hanya bisa berkata, tidak.” “Mengapa paduka membawa orang yang amat bodoh ini?” “Walau bodoh, ia telah menolongku ketika terperosok lubang.” Patih berpikir keras. Pekerjaan apa yang sesuai dengan orang ini. Setelah merenung beberapa saat, Patih tersenyum dan berkata, “Paduka kan bermaksud mengadakan sayembara untuk mencari calon suami bagi sang putri. Tetapi sampai kini Paduka belum menemukan jenis sayembaranya.” “Benar Paman Patih, aku ingin mempunyai menantu yang sakti dan pandai. Tetapi apa hubungannya hal ini dengan sayembara?” “Peserta yang telah lolos ujian kesaktian, harus mengikuti babak kedua. Yaitu harus bisa memasuki keputren dengan cara membujuk penjaganya.” “Lalu, siapa yang akan dijadikan penjaga keputren?” “Manusia satu kata itu, Paduka.” “Lho, ia amat bodoh. Nanti acara kita berantakan!” “Percayalah pada hamba, Paduka.” Pada hari yang ditentukan, peserta sayembara berkumpul di alun-alun. Mereka adalah raja muda dan pangeran dari kerajaan tetangga. Di babak pertama, kesaktian para peserta diuji. Dan, hanya tiga peserta yang berhasil. Ketiganya lalu dibawa ke depan pintu gerbang keputren. Patih memberi penjelasan pada mereka. Nampaknya mudah. Mereka hanya disuruh membujuk penjaga keputren sehingga dapat masuk keputren. Peserta hanya boleh mengucapkan tiga pertanyaan. “Penjaga yang baik. Bolehkah aku masuk keputren?” tanya peserta pertama. “Tidak!” jawab si manusia satu kata. “Maukah kuberi emas sebanyak kau mau, asal aku diperbolehkan masuk?” “Tidak!” Pertanyaan tinggal satu. “Kau akan kujadikan Senopati di kerajaanku, asal aku boleh masuk.” “Tidak!” ujar si manusia satu kata. Peserta pertama gugur. Ia mundur dengan lemah lunglai. Peserta kedua maju. Ia telah menyusun pertanyaan yang dianggapnya akan berhasil, “Penjaga, kalau aku boleh masuk keputren, kau akan kunikahkan dengan adikku yang cantik. Setuju?” pertayaan pertama peserta kedua. “Tidak!” “Separoh kerajaan kuberikan padamu, setuju?” “Tidak!” “Katakan apa yang kau inginkan, asal aku boleh masuk.” “Tidak!” Peserta kedua pun mundur dengan kecewa. Mendengar percakapan dua peserta yang tak mampu masuk keputren, Raja Mahendra tersenyum puas. Pandai benar patihku, katanya dalam hati. Peserta terakhir maju. Semua penonton termasuk Raja Mahendra memperhatikan dengan seksama. Raja muda itu tampak percaya diri. Langkahnya tegap penuh keyakinan. “Wahai penjaga keputren, jawablah pertanyaanku baik-baik. Tidak dilarangkah aku masuk keputren?” tanyanya dengan suara mantap. Raja Mahendra, Patih, dan penonton terkejut dengan pertanyaan itu. Dengan mantap pula penjaga menjawab. “Tidak!” Seketika itu sorak-sorai penonton bergemuruh, mengiringi kebehasilan peserta terakhir. Si raja muda yang gagah lagi tampan. Raja Mahendra sangat senang dengan keberhasilan itu. Calon menantunya sakti dan pandai. Sayembara usai. Manusia satu kata berjasa lagi pada Raja Mahendra. Ia dapat menyeleksi calon menantu yang pandai. Walau bodoh, Raja Mahendra tetap mempekerjakannya sebagai penjaga keputren.

Dongeng: Istana Bunga

Dahulu kala, hiduplah raja dan ratu yang kejam. Keduanya suka berfoya-foya dan menindas rakyat miskin. Raja dan Ratu ini mempunyai putra dan putri yang baik hati. Sifat mereka sangat berbeda dengan kedua orangtua mereka itu. Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna selalu menolong rakyat yang kesusahan. Keduanya suka menolong rakyatnya yang memerlukan bantuan. Suatu hari, Pangeran Aji Lesmana marah pada ayah bundanya, “Ayah dan Ibu jahat. Mengapa menyusahkan orang miskin?!” Raja dan Ratu sangat marah mendengar perkataan putra mereka itu. “Jangan mengatur orangtua! Karena kau telah berbuat salah, aku akan menghukummu. Pergilah dari istana ini!” usir Raja. Pangeran Aji Lesmana tidak terkejut. Justru Puteri Rauna yang tersentak, lalu menangis memohon kepada ayah bundamya, “Jangan, usir Kakak! Jika Kakak harus pergi, saya pun pergi!” Raja dan Ratu sedang naik pitam. Mereka membiarkan Puteri Rauna pergi mengikuti kakaknya. Mereka mengembara. Menyamar menjadi orang biasa. Mengubah nama menjadi Kusmantoro dan Kusmantari. Mereka pun mencari guru untuk mendapat ilmu. Mereka ingin menggunakan ilmu itu untuk menyadarkan kedua orangtua mereka. Keduanya sampai di sebuah gubug. Rumah itu dihuni oleh seorang kakek yang sudah sangat tua. Kakek sakti itu dulu pernah menjadi guru kakek mereka. Mereka mencoba mengetuk pintu. “Silakan masuk, Anak Muda,” sambut kakek renta yang sudah tahu kalau mereka adalah cucu-cucu bekas muridnya. Namun kakek itu sengaja pura-pura tak tahu. Kusmantoro mengutarakan maksudnya, “Kami, kakak beradik yatim piatu. Kami ingin berguru pada Panembahan.” Kakek sakti bernama Panembahan Manraba itu tersenyum mendengar kebohongan Kusmantoro. Namun karena kebijakannya, Panembahan Manraba menerima keduanya menjadi muridnya. Panembahan Manraba menurunkan ilmu-ilmu kerohanian dan kanuragan pada Kusmantoro dan Kusmantari. Keduanya ternyata cukup berbakat. Dengan cepat mereka menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan. Berbulan-bulan mereka digembleng guru bijaksana dan sakti itu. Suatu malam Panembahan memanggil mereka berdua. “Anakku, Kusmantoro dan Kusmantari. Untuk sementara sudah cukup kalian berguru di sini. Ilmu-ilmu lainnya akan kuberikan setelah kalian melaksanakan satu amalan.” “Amalan apa itu, Panembahan?” tanya Kusmantari. “Besok pagi-pagi sekali, petiklah dua kuntum melati di samping kanan gubug ini. Lalu berangkatlah menuju istana di sebelah Barat desa ini. Berikan dua kuntum bunga melati itu kepada Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Mereka ingin menyadarkan Raja dan Ratu, kedua orang tua mereka.” Kusmantoro dan Kusmantari terkejut. Namun keterkejutan mereka disimpan rapat-rapat. Mereka tak ingin penyamaran mereka terbuka. “Dua kuntum melati itu berkhasiat menyadarkan Raja dan Ratu dari perbuatan buruk mereka. Namun syaratnya, dua kuntum melati itu hanya berkhasiat jika disertai kejujuran hati,” pesan Panembahan Manraba. Ketika menjelang tidur malam, Kusmantoro dan Kusmantari resah. Keduanya memikirkan pesan Panembahan. Apakah mereka harus berterus terang kalau mereka adalah Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna? Jika tidak berterus terang, berarti mereka berbohong, tidak jujur. Padahal kuntum melati hanya berkhasiat bila disertai dengan kejujuran. Akhirnya, pagi-pagi sekali mereka menghadap Panembahan. “Kami berdua mohon maaf, Panembahan. Kami bersalah karena tidak jujur kepada Panembahan selama ini.” Saya mengerti, Anak-anakku. Saya sudah tahu kalian berdua adalah Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Pulanglah. Ayah Bundamu menunggu di istana.” Setelah mohon pamit dan doa restu, Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna berangkat menuju ke istana. Setibanya di istana, ternyata Ayah Bunda mereka sedang sakit. Mereka segera memeluk kedua orang tua mereka yang berbaring lemah itu. Puteri Rauna lalu meracik dua kuntum melati pemberian Panembahan. Kemudian diberikan pada ayah ibu mereka. Ajaib! Seketika sembuhlah Raja dan Ratu. Sifat mereka pun berubah. Pangeran dan Puteri Rauna sangat bahagia. Mereka meminta bibit melati ajaib itu pada Panembahan. Dan menanamnya di taman mereka. Sehingga istana mereka dikenal dengan nama Istana Bunga. Istana yang dipenuhi kelembutan hati dan kebahagiaan.

Dongeng: Sahabat Untuk Gabus

“Woy, Bang! Ngapain di situ? Di sini saja! Ikannya lebih banyak!” ajak Bang Kirdun bersemangat. “Yah saya mah sudah enak nyari di sini!” jawab Bang Hamid dengan seru juga. Bang Kirdun dan Bang Hamid adalah pencari ikan yang sangat ramai jikalau berada di sekitar empang dan rawa gabus.Mereka tidak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang mereka cari. Mereka akan terus berusaha dan bersemangat. Sementara di dalam rawa. “Ya ampuun … gawat, gawat, gawat!” Ucap seluruh penghuni rawa. “Kita harus pindah nih!” Ucap seekor udang yang bernama Ebi. “Wah, betul tuh,ayo ayo!” Ajak seekor sepat yang bernama Sepati. Akhirnya mereka memutuskan untuk bersembunyi saja di bawah rerumputan rerumputan kangkung yang ada di dalam rawa itu. Tapi perasaan takut masih menyelimuti mereka. Mereka tidak akan rela jika salah satu penduduk atau ikan-ikan di rawa itu terjebak ke dalam tangkapan manusia yang sering berada di rawa itu. “Teman, kita tidak boleh lagi kehilangan saudara kita lagi!” ucap si Ebi cemas. “Iya betul, aku setuju!” ucap si Sepati. “Tapi, kita tidak bisa berbuat apa-apa!Kita hanya bisa menghindar dan bersembunyi. Bagaimana ini?” tanya si Ebi dengan nafas tersenggal-senggal. “Kamu itu Bi, kamu yang memberi pendapat tapi kamu juga yang bertanya, membuat bingung saja!” ucap Sepati dengan penuh tanda tanya di kepalanya. Mereka mengetahui, pasti selalu saja ada korban dalam kejadian ini. Mereka sangat membenci manusia, walaupun mereka tidak mengetahui apa alasan manusia menangkap bangsa mereka. Bang Kirdun dan Bang hamid masing-masing memiliki satu orang istri dan dua orang anak. Mereka hidup dengan kesederhanaan. Mungkin mereka tidak akan bisa makan jikalau Bang kirdun dan Bang Hamid tidak mencari ikan di rawa. Bagi mereka rawa adalah mata pencahariannya yang sangat membantu. Mereka sangat bergantung pada rawa. Hingga mereka tidak pernah patah semangat. Putra Bang Kirdun dan Bang Hamid juga sangat suka membantu mereka mencari ikan. Ikan yang sering mereka dapat adalah ikan gabus, karena bagi mereka rasa ikan gabus setelah di masak itu lezat sekali. Maka dari itu mereka lebih suka menangkap ikan gabus walaupun terkadang itu sangat sulit. Keesokan harinya di rawa gabus … “Bi, menurut aku di rawa ini yang lebih sering terkena jebakkan manusia adalah bangsa ikan gabus. Kita seharusnya juga membantu bangsa gabus”, ucap Sepati dengan bijaksana. “Iya juga sih, betul tuh, oke deh. Mulai sekarang kita harus lebih mengutamakan keselamatan bangsa gabus, kasihan mereka.” ucap Ebi dengan semangat yang berkobar. Sementara di pinggir rawa… Seperti biasanya Bang Kirdun dan Bang Hamid pagi-pagi sudah berada di pinggir rawa xgabus. Kali ini mereka menggunakan jaring untuk menangkap ikan dan bukan dengan cara menangkap seperti hari hari kemarin karena mereka sudah mengetahui bahwa cara kemarin tidak bagus lagi. “Ayo Mid, kita mencari ikan lagi. Dengan cara kali ini pasti kita akan mendapat ikan yang lebih banyak dari pada kemarin!” ajak bang kirdun dengan semangat. “Ayo! Siapa takut, kita cari ikan sampai habis!” ucap bang hamid dengan gagah. Bang Hamid dan bang Kirdun melempar jaring mereka ke tengah-tengah rawa. Di dalam rawa … “Wah Pat, manusia-manusia itu tidak lagi menggunakan tangan mereka untuk menangkap kita, melainkan menggunakan jaring,lebih gawat dari kemarin!” ucap Udang Ebi dengan cemas. “Wah, iya tuh Bi, betul. Kita sebaiknya di sini saja, sambil mengawasi jangan sampai ada ikan-ikan yang lewat daerah ini untuk sekarang sekarang!” timpal Ikan Sepati. Akan tetapi baru saja mereka selesai bicara, ada seekor ikan gabus yang ingin pergi ke ujung rawa, sedangkan di ujung rawa ada Bang Kirdun dan Bang Hamid yang sedang sibuk menggelar jaring sampai ada ikan yang masuk ke dalam jaring itu. “Jangan, awas!” teriak udang Ebi. “Hai Gabus, jangan ke arah ujung rawa, bahaya!” ucap Ikan Sepati dengan nafas terengah-engah. Tapi ikan gabus itu tidak menengok bahkan tidak memberi respon kepada Ebi dan Sepati, ia tetap berenang menuju ujung rawa. “Awaaaaaaaas!” teriak sepati dan ebi bersamaan, mereka langsung berenang menghampiri si gabus. “Ayo-ayo Bi, cepat!” ucap sepati. “Tolong tolong, aku tersangkut!” ucap si gabus dengan rasa takut. Ia langsung teringat akan saudara-saudaranya yang sudah tiada karena tertangkap oleh tangan manusia. Hingga ia tidak sadar bahwa dirinya berada dalam keadaan yang membahayakan dirinnya juga. Tetapi Ebi dan Sepati tetap mendatangi si gabus untuk menolong. “Ayo cepat, kamu jangan melamun,keadaan kamu dalam bahaya.” Ucap sepati sambil melepaskan ekor gabus dari jebakan jaring. “Ayo…kita harus cepat, kalau tidak kita semua bisa terperangkap dalam jaring ini.” Ucap Ebi dangan tergesa-gesa. Hingga Sepati tidak sadar bahwa ekornya juga tersangkut di dalam jaring. “Aduuuuuh ekorku, kalian berdua pergi duluan saja, jangan sampai kalian kena lagi.” Ucap Sepati dengan ikhlas. Walaupun Sepati berbicara seperti itu, si gabus dan si udang Ebi tidak akan meninggalkan Sepati. Si Gabus akan lebih merasa bersalah jikalau dirinya terbebas tetapi temannya terperangkap. Sementara itu, Bang Kirdun dan Bang Hamid sudah ingin menarik kembali jaring mereka. “Bang Hamid, ayo cepat! Keburu ikannya lolos lagi!” ucap Bang Kirdun dengan tegas. Di dalam rawa… Si udang Ebi dan si gabus tetap berusaha melepaskan Sepati. Padahal Sepati sudah tertarik-tarik oleh jaring Bang Kirdun dan Bang Hamid. Tetapi mereka harus bisa. “Ayoooooo…. Ayo tarik tangan ku.” Ucap sepati. Mereka terus menarik hingga sepati terbebas dari jaring itu. Rasa bahagia, terharu, senang dan sedih, menyelimuti mereka. “Ya ya ya, syukurlah, kira semua sudah bebas!” Ucap si udang Ebi. “Iya ya, senangnyaaa” Ucap Sepati dalam keadaan nafas terengah-engah. “Oh iya, terimakasih yaaa, kalian sudah menolongku, tanpa kalian mungkin aku sudah menjadi gabus goreng yang lezat di atas sana. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih banyak ya.” Ucap si gabus. “Iya sama-sama, tanpa bantuan mu, aku juga tidak akan lepas dari jaring tadi.” Ucap Sepati. “Oh iya,sampai lupa,kita kan belum kenalan.Perkenalkan nama ku gabus.Kalian bisa memanggilku Busi.” Ucap si gabus. “Busi? lucu juga panggilanmu, oke nama ku Sepati dan ini temanku namanya Ebi.” Ucap Sepati dengan seru. “Kalian berani ya padahal kalian hanya berdua, saudara atau keluarga kalian kemana?” tanya si Gabusi. “Keluarga kami sudah tidak ada, itu semua juga karena mereka terjebak dalam tangkapan manusia.” Ucap Sepati dengan sedih. “Keluargaku juga tidak ada, mereka juga terjebak dalam tangan manusia, karena manusia-manusia itu sangat menyukai ikan gabus. Kalian tahu tidak, rawa ini kan di namakan rawa gabus. Karena sebagaian besar, rawa ini di huni oleh bangsaku.” Cerita Gabusi. “Oh, seperti itu ya, aku baru tahu.” Ucap si Ebi. “Aku juga.” Ucap Sepati ikut nimbrung. Mereka bertiga merasa bahwa mereka memiliki nasib yng sama. Sampai akhirnya Ebi dan Sepati mengajak Gabusi supaya bersama mereka saja. Gabusi merasa bahwa dirinya sangat beruntung.Walaupun saudara dan keluarganya sudah tidak ada.Ia mendapatkan teman baru bahkan sahabat.Karena mereka sudah saling tolong-menolong. Akhirnya Sepati si ikan sepat, Ebi si udang dan Gabusi si ikan gabus bersahabat.Mereka berjanji akan selalu menjaga rawa tempat mereka tinggal.Dan mereka akan selalu siap menolong siapapun ikan yang terjebak oleh perangkap manusia. Sementara di atas rawa … Setelah Bang Kirdun dan Bang Hamid menarik kembali jaring mereka. Mereka tidak melihat seekor pun ikan atau udang. Yang mereka dapatkan hanya tanaman kangkung yang hidup di rawa itu. “Aduuuuuuh bang, kita tidak mendapatkan apa-apa, ada apa ini?” Tanya Bang Kirdun dengan tanda tanya besar. “Tidak tahu ini, kok tumben ya? Yang kita dapat hanya tanaman kangkung. Apa mungkin ikan-ikan di rawa gabus ini sudah habis oleh kita?” Tanya Bang Hamid. “Oh iya, bagaimana kalau kita mulai sekarang mencari kangkung saja, yang dengan mudah kita dapatkan!” Usul Bang Kirdun dengan seru. “Oke boleh, usul bagus tuh!” Ucap Bang Hamid dengan seru juga. Akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti mencari ikan gabus dan berpindah menjadi pencari kangkung. Yang mungkin dapat mereka jual di pasar. Mereka juga tidak perlu mencari makan, karena kangkung juga bisa di masak. Putra mereka yang sebelumnya juga suka mencari ikan gabus dan dijadikan makanan, mereka pindah menyukai masakan sayur kangkung. Hobi mereka untuk mencari ikan juga terhentikan. Karena menurut mereka ikan gabus di rawa itu sudah tidak ada bahkan sudah habis. Tetapi mereka tetap bahagia dengan apa yang di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Karena hal itu pasti lebih baik dari pada sebelumnya.